HananaTaqiyya

Penulis Karya Fiksi |Psikolog | Konsultant Remaja

melodi rindu

angin bertiup menerbangkan daun, disanalah gadis cantik terduduk anggun

matanya berbinar dibalik kaca,mernggerakkan pena untuk merangkai kata

ia juga bersenandung indah, hingga burung burung pun ikut serta

lagu itu terdengar syahdu, karna dinyanyikan oleh sang perindu

 

Di sudut kecil kota yang selalu diselimuti kabut pagi, Nada duduk termenung di depan piano tuanya. Jari-jarinya dengan lembut menyentuh tuts, memainkan melodi yang hanya ia dan hatinya yang mengerti. Itu adalah lagu rindu, sebuah nada yang membawa ingatannya kembali pada seseorang yang telah lama pergi.

Angin pagi berbisik melalui celah jendela, membawa harum teh melati yang baru diseduh. Mata Nada menerawang jauh, menelusuri kenangan yang terpahat di benaknya. Dulu, di tempat yang sama, ia sering memainkan lagu yang sama, dengan seseorang yang kini hanya bisa ia temui dalam ingatan.

"Nada, musik itu bukan hanya suara. Ia adalah ungkapan hati yang tak bisa terucap," ujar seorang pria di masa lalu, suara yang kini hanya menggema dalam ruang pikirnya.

Pria itu adalah Arga, sahabat sekaligus cinta pertama Nada. Bersama Arga, musik menjadi bagian dari hidupnya. Mereka selalu duduk berdampingan di depan piano itu, tertawa, berbagi impian, dan menciptakan melodi-melodi yang hanya mereka berdua mengerti.

Namun, waktu tak selalu berpihak. Arga harus pergi ke negeri yang jauh untuk mengejar mimpinya. Janji untuk kembali ia ukir dalam melodi yang mereka ciptakan bersama. Tapi waktu berjalan begitu cepat, dan Nada tetap di sini, sendiri, memainkan nada-nada yang semakin berkarat oleh rindu.

Tiba-tiba, suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Nada berdiri, membuka pintu, dan di hadapannya berdiri seseorang yang tak pernah ia duga akan kembali.

"Nada... aku pulang," suara itu begitu familiar. Arga, dengan senyum yang sama, berdiri di sana, membawa rindu yang selama ini hanya bisa dimainkan dalam melodi.

Air mata Nada menggenang. Ia kembali duduk di depan pianonya, menepuk tempat kosong di sebelahnya. Tanpa ragu, Arga duduk, dan jemari mereka kembali menari di atas tuts, menciptakan melodi rindu yang akhirnya menemukan jawaban.

bersama melodi yang diciptakan, akhirnya rindu itu bisa terbalaskan.